secara terminologi berarti tingkah
laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu perbuatan yang baik.[1]
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab
yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2]
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu
Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa
akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3]
Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah
laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara
berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya
sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang
dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[2]
Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari
akhlak.[2]
Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak
disebut sebagai ilmu
akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan
sebaginya tentang prinsip
umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga
sebagai filsafat
moral.[2]
Syarat
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[2]
- Perbuatan yang baik atau buruk.
- Kemampuan melakukan perbuatan.
- Kesadaran akan perbuatan itu
- Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
Sumber
Akhlak bersumber pada agama.[2] Peragai sendiri mengandung
pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan
seseorang.[2]
Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam
diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2]
Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui
keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi
akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu
perbuatan yang baik.[2]
Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa
akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri
mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan
seseorang.[2]
Budi pekerti
Budi pekerti pada kamus
bahasa Indonesia
merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti [1].
Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran.[2]
Pekerti berarti kelakuan.[2]
Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan
dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut
dengan nama karakter.[2]
Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh
perasaan hati, yang disebut behavior.[2]
Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan
sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan
tingkah laku manusia.[2]
Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya.[2]
Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.[2]
Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi
pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio.[2] Rasio mempunyai
tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk
akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak masuk akal.[2]
Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga
terdapat unsur lainnya yaitu unsur rasa.[2]
Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman, pendidikan,
pengetahuan
dan suasana lingkungan.[2]
Rasa mempunyai kecenderungan kepada keindahan [2] Letak
keindahan adalah pada keharmonisan susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu
dengan masyarakat,
harmonis susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.[2]
Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2]
Perasaan hati itu sering disebut dengan nama “hati kecil” atau dengan nama lain
yaitu “suara kata hati”, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2]
Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta
memperingatkan perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang
bersifat buruk dan hina.[2] Setiap
orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-kadang berbeda.
[6].
Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan,
perbedaan pengalaman,
perbedaan lingkungan,
perbedaan pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan
mencapai kebahagiaan dan keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan
hidup.[2]
Karsa
Dalam diri manusia itu sendiri memiliki karsa yang berhubungan dengan rasio
dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau
kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan keinginan.[2]
Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang
kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari
seseorang pada waktu
yang sama, keinginan belum menuju pada pelaksanaan.[2]
Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara
keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2]
Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]:
- Ada stimulan kedalam panca indera
- Timbul keinginan-keinginan
- Timbul kebimbangan, proses memilih
- Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan
- Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.
Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan
dengan kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.[1]
Moral
Moral, etika dan akhlak
memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa
latinyaitu mos, yang berarti adat
istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik
atau buruk [8].
Dapat dikatakan baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal.
Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini
dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika
adalah ilmu yang
membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh
berkaitan dengan moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika [9]. Kaidah
etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan
tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban.
Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan
pada bidang moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
etika adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah
laku manusia [10].
Pembagian Akhlak
Akhlak Baik (Al-Hamidah)
ü Jujur (Ash-Shidqu)
ü Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
ü Malu (Al-Haya')==';lp;l
ü Rendah hati (At-Tawadlu')
ü Murah hati (Al-Hilmu)
ü Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah
merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. bersabda", "Ketika Allah
mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru",
"Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka
berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka
bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa
mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah
kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang
utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?", tanya para
malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami
bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada
kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka, "Masuklah
ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang
yang beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan
itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas
menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah
kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang
yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian maksud ?",
tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami sabar bertaat pada
Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka,
"Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi
orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)
Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)
Ruang Lingkup Akhlak
Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf
dan sadar kepada diri sendirilah,
pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri
dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri,
dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia
mempunyai perbuatan.[1]
Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban
orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua
dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran
–ajaran yang bijak, setiap agama telah
memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk
mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki
akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh
secara sabar, terdidik untuk berani berdiri
sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri,
kehormatan
dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1]
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau,
mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan
coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan
ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu,
mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya
mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena
mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.[1]
Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu
ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu
susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib
atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
Pendidikan
kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial
kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat.
Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan
perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri
dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu,
saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat.
Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu
sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan
yang berlaku.[1]
Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa
denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan
berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib
dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang
dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1]
Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya,
karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara
horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.[1]
0 comments:
Posting Komentar