BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia
perlu memperhatikan perangainya dari waktu ke waktu yang dalam perjalanan itu
kehidupan manusia mengalami banyak perubahan. Kemajuan perdaban menimbulkan
pergeseran banyak perilaku yang mempengaruhi perangai perorangan maupun
kelompok.
Iman
Ibnul Qayyim berkata, "Akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan
dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub,
hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji
padahal tidak berbuat sesuatu dan sebagainya.
Ibnul
Qayyim juga mengatakan bahwa sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga
memiliki akar di mana satuan-satuannya dapat dikelompokkan. Jika akar perilaku
manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak juga akan
selalu ada disana. Mengenai hal itu, Ibnul Qayyim menyebutkan dua akar penyakit
akhlak[1], yaitu Pertama, penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah
akal manusia, dimana kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan
kebatilan (talbis). Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami
secara baik dan memilih secara tepat. Kedua,
penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana
dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan kekuatan
kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk
mengendalikan diri dan bertekad secara kuat.
Begitu
banyaknya hal yang dapat menyebabkan kemerosotan akhlak yang dapat menimbulkan
akhlak atau perilaku tercela.
B. Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, penulis mengambil suatu rumusan masalah, yaitu:
a)
Apakah definisi akhlak tercela ?
b)
Apa saja sebab kemerosotan akhlak ?
c)
Apa saja contoh-contoh akhlak yang tergolong dengan akhlak tercela ?
d)
Apa saja bahaya yang ditimbulkan oleh akhlak tercela ?
C. Manfaat
a.
Mahasiswa mengetahi macam-macam akhlak tercela dan bahayanya.
b.
Dapat menghindarkan dirinya, keluarga ataupun lingkungan dari perilaku tercela
karena membawa dampak buruk bagi semua aspek dan komponen kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Akhlaq Tercela
Definisi
akhlak menurut Imam AI-Gozali adalah: Ungkapan tentang sikap jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan
atau pikiran terlebih dahulu.
Kata
akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu,[2] artinya menciptakan, dari akar kata ini
pula ada kata makhluk (yang diciptakan) dan kata khalik (pencipta), maka akhlak
berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari pencipta (Allah
swt). Sedangkan moral berasal dari maros
(bahasa latin) yang berarti adat kebiasaan, disinilah terlihat berbeda antara
moral dengan akhlak, moral berbentuk adat kebiasaan ciptaan manusia, sedangkan
akhlak berbentuk aturan yang mutlak dan pasti yang datang dari Allah swt.
Kenyataannya setiap orang yang bermoral belum tentu berakhlak, akan tetapi
orang yang berakhlak sudah pasti bermoral. Dan Rasulullah saw di utus untuk
menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabdanya dalam hadist dari Abu
Khurairah, “Sesungguhnya
aku diutus Allah semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia.”
Dengan
demikian, akhlak (perilaku) tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang
dilarang oleh Allah, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya
ataupun orang lain.
B. Sebab-seba
b kemerosotan akhlak
Akhlak,
memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia, dan sebaliknya
juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot dan jatuh ke dalam
keterpurukan.
Di
antaranya yaitu :
a.
Lemah Iman
Lemahnya
iman merupakan petanda dari kerendahan dan rusaknya moral, ini disebabkan
kerana iman merupakan kekuatan (untuk membina akhlak) dalam kehidupan
seseorang.
b.
Tabiat/ watak asli
Ada
sebagian orang yang memang memiliki tabi'at/watak asli yang buruk, rendah, suka
iri dan dengki terhadap orang lain. Tabi'at ini lebih mendominasi pada diri
orang tersebut, sehingga terkadang pendidikan yang diperolehnya sama sekali
tidak mempengaruhi perilakunya.
c.
Lingkungan
Lingkungan
memberikan dampak yang sangat kuat bagi perilaku seseorang, karena seperti
dikatakan pepatah bahwa seseorang adalah anak lingkungannya. Kalau dia hidup
dan terdidik dalam lingkungan yang tidak mengenal makna adab dan akhlak serta
tidak tahu tujuan hidup yang mulia, maka akhlaknya akan rusak sebagai mana hasil
didikan lingkungannya.
C. Contoh-contoh
Akhlaq Tercela
Akhlaq
tercela dapat menciptakan perilaku tercela. Perilaku tercela dapat di golongkan
menjadi dua macam, yaitu perilaku yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan
perilaku tercela yang berdampak buruk bagi orang lain. Begitu banyaknya
macam-macam akhlak tercela yang terdapat dalam hati manusia. Akan tetapi,
penulis hanya mengurai beberapa contoh akhlak tercela, yaitu ujub/berbangga
diri, takabur, putus asa, berlebih-lebihan, dusta dan iri/dengki.
a. Ujub
Sufyan
Ats-Tsauri rahimahullah meringkas defenisi ujub sebagai berikut[3]: "Yaitu perasaan takjub terhadap
diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang
lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan
boleh jadi saudaranya itu lebih wara' dari perkara haram dan lebih suci jiwanya
ketimbang dirinya!". Orang yang demikian itu, beranggapan bahwa segala
kesuksesan yang diraihnya, seperti harta yang melimpah, jabatan yang tinggi,
kepandangan yang tak tertandingi semata-mata karena hasil usaha serta kehebatan
dirinya. Semua itu ia pikir, ia raih tanpa bantuan dari siapapun, termasuk
Allah SWT. orang yang bersikap/berperilaku ‘ujub’ biasanya selalu merasa
dirinya benar, tidak pernah salah atau keliru, karenanya tidak bisa menerima
kritik orang lain.
Ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang ujub antar lain Surat At-Taubah:55 yang artinya:
Artinya:
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu (menjadikan
kamu bersikap ujub). Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di
dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam
keadaan kafir”. (QS. Taubah: 55)
Abu
Wahb al-Marwazi berkata, Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak, Apakah kibr (sombong)
itu?،¨ Dia menjawab, Jika engkau merendahkan orang lain.،¨ Lalu aku bertanya
tentang ujub, maka dia menjawab jika engkau memandang bahwa dirimu memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, aku tidak tahu sesuatu yang
lebih buruk bagi orang yang shalat daripada ujub.
Berikut ini adalah hal-hal yang Dipakai 'Ujub dan Terapinya[4]:
1. 'Ujub dengan fisiknya
Pengobatan jenis 'ujub ini adalah dengan tafakkur (memikirkan) tentang berbagai kotoran batinnya, tentang mula penciptaan dan akhir kesudahannya, tentang bagaimana wajah yang cantik dan tubuh yang gemulai itu akan terkoyak-koyak oleh tanah dan membusuk di kubur hingga menjijikkan.
2. 'Ujub dengan kedigdayaan dan kekuatan
'Ujub dengan kekuatan mengakibatkan kekalahan dalam peperangan, pencampakan diri ke dalam kebinasaan dan terburu-buru. Terapinya ialah dengan mengetahui bahwa meriang sehari saja bisa melemahkan kekuatannya dan bahwa apabila ia ujub dengan kekuatannya bisa jadi Allah akan mencabutnya dengan sebab pelanggaran paling ringan yang dilakukannya.
3. 'Ujub dengan intelektualitas
Terapinya ialah dengan bersyukur kepada Allah atas karunia intelektualitas yang telah diberikan-Nya, dan merenungkan bahwa dengan penyakit paling ringan yang menimpa otaknya sudah bisa membuatnya berbicara melantur dan gila sehingga menjadi bahan tertawaan orang. Ia tidak aman dari ancaman kehilangan akal jika ia ujub dengan intelektualitas dan tidak mensyukurinya. Hendakalah ia menyadari keterbatasan akal dan ilmunya. Hendaklah pula ia mengetahui bahwa ia tidak diberi ilmu pengetahuan kecuali sedikit, sekalipun ilmu pengetahuannya luas.
4. 'Ujub dengan nasab terhormat
Terapi penyakit ini adalah mengatahui bahwa jika ia menyalahi perbuatan dan akhlak nenek moyangnya dan mengira bahwa ia akan disusulkan dengan mereka maka sesungguhnya ia bodoh, tetapi jika meneladani nenek moyangnya maka hendaknya mengetahui bahwa nenek moyangnya tidak pernah ujub bahkan mereka senantiasa khawatir terhadap dirinya. Mereka mulia karena ketaatan, ilmu, dan sifat-sifat terpuji bukan dengan nasab.
5. Ujub dengan nasab para penguasa yang zhalim dan pendukung meraka.
Terapinya adalah dengan merenungkan tentang berbagai kehinaan mereka dan tindakan-tindakan kezhaliman mereka terhadap para hamba Allah, kerusakan yang meraka lakukan terhadap agama Allah, dan bahwa mereka adalah orang yang dimurkai Allah.
6. 'Ujub dengan banyaknya jumlah anak, pelayan, budak, keluarga, kerabat.
Terapinya adalah merenungkan tentang kelemahannya dan kelemahan mereka, bahwa mereka semua adalah hamba yang lemah, tidak kuasa memberi manfaat dan bahaya kepada diri mereka sendiri.
7. 'Ujub dengan harta
Terapinya adalah merenungkan tentang keburukan-keburukan harta kekayaan, hak-haknya yang banyak, dan para pendengkinya yang rakus. Kemudian memperhatikan keutamaan orang-orang fakir dan bahwa mereka akan masuk surga terlebih dahulu pada hari kiamat.
8. 'Ujub dengan pendapat yang salah*
Terapi ujub ini lebih berat ketimbang terapi 'ujub yang lainnya, karena pemilik pendapat yang salah tidak mengetahui kesalahannya, seandainya tahu pasti ditinggalkannya. Tidak akan mengobati penyakit orang yang tidak tahu bahwa dirinya sakit. Terapinya secara umum adalah hendaknya ia selalu menuduh pendapatnya sendiri dan tidak terpedaya, kecuali jika secara pasti didukung oleh Al-Qur'an atau sunnah atau dalil akal yang shahih yang memenuhi berbagai persyaratannya.
b. Takabbur
Takabbur
adalah sikap perilaku membesarkan diri dan tidak menerima kebenaran serta
memandang kecil atau rendah terhadap orang lain. Dalam bahasa Indonesia
perkataan takabur sama dengan sombong. Sikap/perilaku takabur termasuk akhlak
tercela dan wajib dijauhi oleh setiap muslim muslimah. Sebagaimana Allah
berfirman:
“Tidak
diragukan lagi, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan
dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang takabbur (sombong). (QS. An-Nahl:23)
Sifat sombong dibagi menjadi kesombongan batin dan kesombongan
zhahir. Kesombongan batin adalah kesombongan yang terdapat dalam jiwa (hati),
sedangkan kesombongan zahir adalah kesombongan yang dilakukan anggota zahir,
karena tingkah laku seseorang merupakan akibat dari apa yang terjadi di
hatinya. Kesombongan batin akan memaksa anggota tubuh untuk melakukan hal-hal
yang bersifat sombong, maka apabila hanya menyimpan di dalam hati tanpa ada
tindakan disebut dengan kibr (sifat sombong).
Kesombongan berbeda dengan ujub. Karena ujub tidak memerlukan
orang lain yang dijadikan bandingannya. Seperti seseorang yang ujub dengan
ibadah shalat tahajudnya, maka ia tidak perlu melihat ibadah tahajud orang
lain, cukup baginya mengatakan, “Saya seorang ahli ibadah karena selalu
melakukan ibadah tajajud.” Maka ia telah melakukan ujub. Sedangkan kesombongan,
orang yang sombong memerlukan orang lain untuk membandingkan dengannya. Semakin
tinggi kesombongannya, maka ia tidak ingin ada orang yang menandinginya dan
ingin selalu berada di atas yang lain.
Orang yang memiliki sifat sombong tidak menyadari bahaya yang
dapat di timbulkan dari sifat ini. Rasulullah bersabda :
“Tidak akan
masuk surga (memperoleh kebahagiaan) orang yang di dalam hatinya ada
kesombongan walaupun sebesar semut”. (HR. Muslim)
Terapi sifat sombong dan cara memperoleh sifat tawadhu’
Terapi sifat sombong pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini. Terapi pengobatannya adalah degnan ilmu dan amal. Karena penyakit ini tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu. Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Apabila seseorang telah mengetahui dan menyadari dengan benar siapa hakikat dirinya, maka dia akan merasa dirinya hina dan penuh kelemahan. Selanjutnya, akan menjadikannya sebagai seorang yang tawadhu’. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.
Terapi sifat sombong pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini. Terapi pengobatannya adalah degnan ilmu dan amal. Karena penyakit ini tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu. Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Apabila seseorang telah mengetahui dan menyadari dengan benar siapa hakikat dirinya, maka dia akan merasa dirinya hina dan penuh kelemahan. Selanjutnya, akan menjadikannya sebagai seorang yang tawadhu’. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.
c. Putus asa
Semua
umat manusia pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah menjadi lemah dan
lenyap kekuatannya karena putus asa merupakan penyakit atau racun yang
benar-banar membahayakan bagi setiap pribadi manusia.
Bukan
sembarangan jika Allah SWT. dalam salah satu firman-Nya, mempersamakan antara
sifat putus asa itu dengan sifat kekafiran. Sebabnya tiada lain hanyalah karena
bencana yang ditimbulkan oleh kedua macam sifat itu sama-sama besar dan
dahsyat. Firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya: “janganlah kamu semua
berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak tidak ada yang suka berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan golongan orang-orang kafir”. (QS.
Yusuf:87)
Putus
asa memiliki kaitan dengan ujub. Ibnu Mas'ud ra. berkata: "Kebinasaan ada
dalam dua hal, putus asa dan ujub”. Ibnu Mas'ud ra menyebutkan kedua hal
tersebut karena kabahagiaan tidak bisa dicapai kecuali dengan usaha, pencarian,
keseriusan, dan perjuangan, sedangkan orang yang putus asa tidak mau berusaha
dan tidak mau pula mencari, sementara orang yang 'ujub beranggapan bahwa ia
bisa mencapai kebahagiaan dan menggapai tujuannya sehingga ia tidak mau
berusaha, karenaapa yang sudah ada tidak perlu dicari dan apa yang mustahil
juga tidak perlu dicari.
d. Berlebih-lebihan
Berlebih-lebihan
adalah melakukan sesuatu di luar batas ukuran yang menimbulkan kemudharatan
baik langsung ataupun tidak kepada manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya
sikap berlebih-lebihan akibat dari sikap manusia yang tidak bisa mengendalikan
hawa nafsunya. Sekecil apa pun perbuatan manusia berlebih-lebihan akan memberi
dampak negatif bagi manusia dan alam sekitarnya seperti kerusakan moral, harta
benda dan kerusakan alam.
Sikap
berlebih-lebihan sangat dibenci Allah, sebagaimana dalam firmannya :
Artinya: “Dan
janganlah kamu berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am:141).
Allah
juga menegaskan dalam ayat lain, yakni:
Artinya: “Dan
berilah kepada kerabat-kerabat akan haknya (juga kepada) orang muslim dan orang
yang dalam perjalanan, dan janganlah engkau boros. Sesungguhnya orang-orang
yang boros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhannya. (QS. Al-Isra’: 26-27).
Beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk menghindari sikap berlebih-lebihan antara lain
sebagai berikut:
a.
Senantisa bersyukur kepada Allah SWT.
b.
Mengatur anggaran keuangan denga menabung.
c.
Senantiasa berhemat dan membelanjakan harta seperlunya.
d.
Melakukan sesuatu sesuai ukurannya.
e. Dusta
Dalam
Alquran kalau kita perhatikan kalimat al-kadzibu, maka kita temukan dalam
bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan wazannya, seperti Kaadzibu, Kadzaab,
Al-Mukadzibuun, Al-Mukadzibiin, Kadzaaba, Kadzaabat, Makdzuub, Takdziib,
Kdazzabuu. Ini semua sesuai dengan ayat dan bentuknya.
Kebohongan
atau sifat dusta adalah suatu sifat yang timbul dari sebab beberapa faktor yang
ada, antara lain:
- Lemah jiwa dan mentalnya.
- Kegoncangan jiwa.
- Senang dengan perhatian manusia atau pandangan manusia.
- Suka bergurau atau bercanda yang berlebihan.
- Rasa dengki dan iri yang ada.
- Lingkungan yang buruk dan berpengaruh padanya.
Dalam
Riyadhus Sholihin[5], Imam Nawawi membawakan dalil dari Ummu
Kultsum, dari Nabi saw. bersabda, "Tidaklah dikatakan Al-Kadzibu orang
yang mengishlah antara manusia, dan dia berkata baik pada kedua belah
pihak." Hadis Bukhari Muslim. Dalam riwayat Muslim berkata, Ummu kultsum
diberi keringanan tentang apa yang diucapkan manusia dalam tiga hal, yaitu dalam
perang, ishlah antara manusia, dan ucapan seorang suami pada istrinya, dan
istri pada suaminya."
f. Iri Hati atau Dengki
Syeikh
Abu Hamid Al-Ghazali berkata[6]: “Ketahuilah bahwa tidak ada kedengkian
(hasad), kecuali terhadap kenikmatan, jika Allah memberi nikmat kepada
saudaramu, maka ada dua hal yang ada pada dirimu. Pertama, benci kepada
seseorang yang memperoleh nikmat, dan berharap agar nikmat itu lenyap dari
padanya. Keadaan ini disebut dengki. Batasan dengki adalah benci terhadap
nikmat, dan ingin melenyapkan dari orang yang mendapat karunia. Kedua, ia
sendiri mengharapkan agar mendapat nikmat itu tanpa berusaha melenyapkan nikmat
yang dimiliki orang lain.
Sifat
pertama di atas adalah haram hukumnya dalam segala hal. Betapa ganasnya
penyakit nafsiyah ini menyerang manusia, bisa kita lihat dalam berbagai hadits
Rasulullah SAW. Di antaranya :
“Hasad
itu memakan kebaikan sebagaimana api yang melalap kayu bakar”. (HR. Abu Daud
dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari Abbas)
“Janganlah
kalian saling mendengki, jangan saling memutuskan hubungan persaudaraan, jangan
saling membenci, jangan pula saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba
Allah sebagai saudara”.(HR. Bukhari Muslim)
Orang
yang memiliki sifat dengki juga bisa dilihat jika ia merasa bahagia ketika
orang lain mendapatkan suatu bencana atau musibah. Kegembiraan yang demikian
itu dinamakan Syamatah, yatu bahagia yang timbulnya sebab mendengar atau
melihat adanya kesusahan, kemelaratan, kecelakaan yang menimpa orang yang
dianggap saingan atau lawan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang
artinya :
“Jika kamu
memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya”.(HR. Ali Imran:120)
Dengki
adalah pangkal dari semua perilaku tercela. Misalnya menggunjing, adu domba,
menyebar fitnah. Oleh sebab itu, sifat dengki harus dijauhi karena sifat ini
hanya akan membawa manusia terhadap kemelaratan dan rusaknya silaturahim.
Solusi
untuk menghindari sifat dengki, di antaranya:
1)
Menyadari dan selalu ingat bahwa iri dengki hanya akan menghapus amal baik
kita.
2)
Menyadari dan senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah berikan.
3)
berikhtiyar dan berdoa
D. Bahaya
Akhlak Tercela
Adapun bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat atau perbuatan dosa itu seperti di sebutkan oleh Ibnu Qoyyim rahimullah[7], sebagai berikut:
1. Terhalangnya ilmu agama karena ilmu itu cahaya yang diberikan Allah di dalam hati, dan maksiat mematikan itu.
2. Terhalangnya rezeki, seperti dalam hadits riwayat Imam Ahmad, "Seorang hamba bisa terhalang rezekinya karena dosa yang menimpanya."
3. Perasaan alienasi pada diri si pendosa yang tiada tandingannya dan tiada terasa kelezatan.
4. Kegelapan yang dialami oleh tukang maksiat di dalam hatinya seperti perasaan di kegelapan malam.
5. Terhalangnya ketaatan.
6. Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahannya.
7. Maksiat akan melahirkan maksiat lain lagi, demikian kata ulama salaf: Hukum kejahatan adalah kejahatan lagi sebagaimana kebaikan akan melahirkan kebaikan lagi.
8. Orang yang melakukan dosa akan terus berjalan ke dalam dosanya sampai dia merasa dirinya hina. Itu pertanda-tanda kehancuran.
9. Kemaksiatan menyebabkan kehinaan. Dan kebaikan melahirkan kebanggaan dan kejayaan.
10. Maksiat merusak akal, sedang kebaikan membangun akal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak
tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang dilarang oleh Allah, karena akan
mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya ataupun orang lain. Akhlak, memiliki
sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia, dan sebaliknya juga
mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot dan jatuh ke dalam
keterpurukan.
Akhlaq
tercela dapat menciptakan perilaku tercela. Perilaku tercela dapat di golongkan
menjadi dua macam, yaitu perilaku yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan
perilaku tercela yang berdampak buruk bagi orang lain. Begitu banyaknya
macam-macam akhlak tercela yang terdapat dalam hati manusia. Beberapa akhlak
tercela, yaitu ujub (berbangga diri), takabur (sombong), putus asa, dusta dan
iri/dengki (hasad).
B. Saran
Al-Qur’an menunjukkan cara melawan hawa nafsu dan setan dengan cara yang sangat
mudah yaitu dengan memohon perlindungan dan berpaling dari orang bodoh, dan
menolak perlakuan jahat mereka dengan berbuat baik.
Bersyukurlah atas karunia yang telah Allah berikan, maka insyaallah, hati kita
akan selamat dari akhlak tercela.
1 comments:
ass,, slm knal y,, thanks ats berbgi ilmunya, smg brmanfaat
Posting Komentar